Senin, 01 Juni 2009

MEMBANGUN SEKOLAH EFEKTIF DI ERA OTONOMI

Otonomi daerah telah diberlakukan selama 7 tahun implikasi dari pelaksanaan otonomi daerah adalah diserahkannya pengelolaan pendidikan dasar dan menengah kepada daerah. Seperti kita ketahui pemerintah daerah belum memiliki pengalaman mengelola sekolah secara komprehensif. Hal ini ditunjukkan dengan sikap pemerintah daerah yg berbeda, ada daerah yang mencerminkan sikap pesimisme dan juga ada yang mencerminkan sikap yang amat optimistik dalam menyambut otonomi dalam bidang pendidikan. Bagi daerah yang pesimistik, hal ini terjadi sebagai akibat Dana Alokasi Umum (DAU) kecil dibandingkan dengan kebutuhan daerah untuk menggaji guru pegawai negeri lain yang sudah didaerahkan. Sementara pemerintah daerah yang optimistik saat ini telah mampu membuat rancangan anggaran untuk meningkatkan pendidikan di daerahnya masing-masing melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang amat signifikan jumlahnya. Terlepas adanya sikap pro kontra pemerintah daerah, “the show must go on”. Maksudnya, pendidikan memang harus segera dibangun dengan berbagai kendala yang mengiringi.

Bila kita mengkaji ulang bahwa otonomi pendidikan, sesungguhnya memiliki peluang yang tidaklah kecil untuk membuat pendidikan di daerah menjadi lebih berkualitas. Hal ini terjadi karena Kepala Daerah saat ini memiliki kewenangan yang penuh dalam menentukan kualitas sekolah di daerahnya masing-masing melalui sistem rekrutmen guru, rekrutmen siswa, pembinaan profesionalisme guru, rekrutmen kepala sekolah, penentuan sistem evaluasi, dan sebagainya.

Berbicara tentang kualitas pendidikan dasar dan menengah pada era otonomi daerah. ingatan kita terarah pada terminologi “school based management” kualitas pendidikan untuk masa yang akan datang lebih bergantung pada komitmen daerah untuk merumuskan visi dan misi di daerahnya masing-masing. Jika daerah cukup visioner, pengembangan sektor pendidikan akan memiliki peluang yang besar untuk dapat memenuhi standar kualitas sesuai dengan harapan para stakeholders. Manakala pemerintah daerah memiliki ”political will” yang kuat dan kemudian disertai dengan kebijakan yang mengedepankan arti penting pendidikan sebagai upaya human investment di daerah, dapat dipastikan pendidikan di daerah itu akan memiliki praksis yang baik, dan dengan demikian kualitas pendidikan akan dapat ditegakkan.

Membangun budaya sekolah agar suatu sekolah menjadi sekolah efektif merupakan tantangan bagi daerah dalam menangani otonomi pendidikan. Bila kita menengok kebelakang saat berlakunya sentralisasi pendidikan, sekolah-sekolah dikelola tanpa memperhatikan efektivitas. Lihat saja tolok ukur yang diberlakukanpun amat trivial, dan sebenarnya misleading bagi proses pendidikan di sekolah, yaitu pencapaian prestasi sekolah selalu dikaitkan dengan NUN. Akibatnya seluruh energi yang dimiliki sekolah dikerahkan sedemikian rupa agar mencapai NUN yang tinggi. Bantuan perbaikan kualitas sekolah yang dikucurkan juga memiliki parameter peningkatan NUN Dan masyarakatpun juga dininabobokkan kebijakan itu, sehingga jika seorang anak memiliki NUN yang tinggi orangtua anak yang bersangkutan sangat bangga tanpa mempedulikan kerusakan aspek afektif pada diri anak. Dalam era otonomi pendidikan, keadaan ini harus diubah. Sekarang ini telah lahir paradigma baru mengenai keberhasilan seseorang dalam kehidupan masyarakat yang nyata. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa IQ – perolehan aspek kognitif (yang dicerminkan dengan perolehan NUN) tidak lagi merupakan parameter yang signifikan bagi keberhasilan seseorang. Sebaliknya, ada faktor lain yang lebih signifikan sebagai indikator keberhasilan, yaitu : aspek afektif – emotional intelligence (EQ). Dengan demikian, kemampuan menahan diri, mengendalikan emosi, memahami emosi orang lain, memiliki ketahanan menghadapi kegagalan, bersikap sabar, kreatif dan inovatif, memiliki empati, bersikap toleransi, dan lain sebagainya merupakan karakteristik yang jauh lebih penting untuk dimiliki siswa dari pada sekedar pencapaian NUN itu sendiri.

Jika demikian halnya, dalam paradigma baru itu secara implisit kita perlu mengelola sekolah secara efektif di era otonomi pendidikan ini. Rumusan sekolah yang efektif yaitu “one in which students progress further than might be expected from a consideration of intake” Jadi nampak dari rumusan ini bahwa tugas penting sekolah bukannya pencapaian NUN, akan tetapi menjaga agar semua siswa dapat berkembang sejauh mungkin jika dibandingkan dengan kondisi awal ketika mereka baru memasuki sekolah.

Tidak ada komentar: